Senin, 05 November 2012

Kecerdasan Diri

Era globalisasi yang ditandai dengan kemajuan yang pesat di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan membawa dampak perubahan pada segala sektor kehidupan. Perubahan tersebut membuat persaingan kualitas sumber daya manusia atau tenaga kerja menjadi semakin tinggi pada setiap organisasi kerja seperti instansi pemerintah. Masing-masing instansi dengan sumber daya manusianya dituntut untuk peka terhadap perubahan, memiliki daya saing, mampu bertahan dalam tekanan, kompeten di bidangnya, dan terus berinovasi.

Kondisi ini membuat Dinas Kesehatan sebagai integral dari instansi pemerintah berupaya untuk mendapatkan dan memelihara sumber daya manusianya agar tetap berkualitas. Kualitas sumber daya manusia terukur dari berbagai aspek seperti kemampuan intelektual, emosional dan kemampuan berorganiasi dari masing-masing individu adalah sebagian dari aspek yang dikembangkan untuk menunjukkan kualitas sumber daya manusia tersebut.

1

 
Keberhasilan individu secara umum dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan individu, sikap emosional dan kemampuan berorganisasi. Individu dengan tingkat kecerdasan yang tinggi memiliki kemampuan untuk menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi suatu permasalahan sehingga mampu menyelesaikan masalah-masalah yang ada dilingkungan kerjanya dengan sistematis dan terarah. Penggunaan kemampuan kecerdasan intelektual dan emosional merupakan bagian dari model kepribadian yang dikolaborasikan dengan budaya organisasi dalam membentuk iklim organisasi kerja organisasi kerja.

Kecerdasan intelektual merupakan kemampuan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman Individu dengan intelejensi yang tinggi dan  seringkali dikaitkan dengan kesuksesan karena dianggap sebagai modal dasar yang dapat membuatnya mampu beradaptasi dengan segala permasalahan yang ada dalam pekerjaan. Namun dengan adanya globalisasi dan iklim bisnis yang berkembang dimana struktur organisasi mulai disederhanakan dan fleksibel / adaptabilitas ditingkatkan, individu juga dituntut untuk mengikuti tolok ukur baru dalam dunia kerja dimana sumber daya manusia tidak hanya didasarkan pada tingkat intelektual atau berdasarkan pengalaman, pelatihan, dan ketrampilan alih teknologi yang tinggi, serta kemampuan bertahan, mengolah, mengarahkan potensi diri dan seberapa baik kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang semakin kompetitif (Goleman, 2001).

Menurut Wechsler dalam Cherniss (2000), “Kecerdasan (Intelligence) adalah kemampuan seseorang untuk bertindak sempurna, berpikir rasional, dan efektif dalam menghadapi perubahan lingkungannya”. Gardner (2003) menjelaskan bahwa kecerdasan sesorang meliputi delapan unsur yakni : kecerdasan matematika-logika, kecerdasan bahasa, kecerdasan musical, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan naturalis. Syarif (2002) membagi kecerdasan meliputi lima unsur yakni : kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, kecerdasan dalam bertahan hidup, dan kecerdasan motivasi.

Counterproduktive dipandang sebagai perilaku yang memberikan reaksi terhadap kondisi organisasi. Kondisi tersebut menunjuk pada ketidakmampuan organisasi dalam menyikapi sumber daya dan kelemahan-kelemahan yang pada dasarnya hanya merupakan keterlambatan dalam tindakan operasional. Sikap dan perilaku dalam counterproduktive mengisyaratkan adanya tindakan penyampingan fasilitas utama kepada fasilitas pribadi. Counterproduktive juga menggambarkan adanya penggunaan waktu kerja yang tidak efektif dalam menjalankan tugas kerja oleh karena adanya kepentingan pribadi. Kondisi organisasi yang terselimuti dengan model counterproduktive dapat menimbulkan konflik kerja.

Organisasi kerja Dinas Kabupaten Konawe Selatan meruapakan organisasi kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab kepada Bupati untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang diimplementasikan melalui peran Pusat Pelayanan Kesehatan di seluruh wilayah Kabupaten Konawe Selatan. Pelayanan kesehatan dilakukan pada 22 Puskesmas dengan jumlah pegawai sebanyak 273 orang yang sebagian besar berpendidikan diploma kesehatan dan sekolah pendidikan kesehatan (Dinkes Kab. Konawe Selatan, 2011).

Keberadaan pegawai pada masing-masing lingkup kerja puskesmas di Kabupaten Konawe Selatan memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat tetapi kemudian menimbulkan berbagai permasalahan yang hingga saat ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Permasalahan internal yang kompleks adalah permasalahan kualitas masing-masing pegawai di wilayah kerja puskesmasnya.

Sehubungan dengan pernyataan yang dikemukakan diatas, pada awal penempatan dan pendegasian tugas pekerjaan masing-masing pegawai memberikan pernyataan kemampuan melaksanakan tugas dengan baik, tetapi setelah berlangsung penyelenggaraan tugas dan tanggung jawab tersebut berubah menjadi kekuatan dan kekuasaan yang dapat disebut sebagai otoriter perlayanan. Hal ini menggambarkan bahwa produktivitas pegawai berubah menjadi counterproduktive dan mencoba menjajah organisasi kerjannya sendiri dengan mengarahkan semua pasien dan keuarga pasien untuk mengikuti petunjuknya dibanding petunjuk pelayanan yang telah ditetapkan pada organisasi kerja puskesmas.

Pelayanan kesehatan di daerah-daerah sangat disadari penuh bahwa hal itu tidak mudah karena dalam pelaksanaan tugas pelayanan kesehatan membutuhkan kemampuan verbal, kemampuan numerik, daya nalar, dan kemampuan spesial yang diiringi dengan kesadaran, pengaturan diri, motivasi dan keterampilan sosial dalam menjalankan pekerjaan secara profesional dengan manajemen yang baik dan kepercayaan serta tingkat keteraturan yang terintegrasi untuk nantinya dapat mengurangi sikap dan perilaku counterproduktive.

Pegawai puskesmas yang  ada pada masing-masing wilayah kerja memiliki wewenang untuk melaksanakan pelaksanaan pelayanan kesehatan dan dipimpinan oleh seorang dokter atau pejabat kesehatan yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe Selatan untuk memimpin kegiatan pelayanan. Namun demikian para pegawai tersebut tidak lepas dari permasalahan pelayanan dan kondisi kesehatan masyarakat di wilayah kerja masing-masing. Ada beberapa penyebab terjadinya counterproduk pada seorang pegawai yakni kesalahan pemimpin dalam menilai, kurangnya perhatian atasan, penyalahgunaan senioritas dalam bekerja, pembagian tugas yang tidak seimbang dan kompensasi yang tidak wajar serta beberapa penyebab lainnya.

Model dari counterproduktive adalah suatu bentuk ketidakpuasan kerja dan stress kerja yang berkepanjangan dan tidak dapat dikendalikan baik secara individu maupun organisasi dan menebarkan sistem otoriter di dalam pelaksanaan tugas sehingga kedudukan pimpinan tidak dihormati dan rekan sekerja menjadi bagian dari konflik kepentingan.

Gambaran dari counterproduktive yang dikemukakan tersebut memberikan suatu fenomena bahwa ketimpangan dalam pelaksanaan tugas dapat merugikan organisasi kerja dimana tugas pelayanan kesehatan menjadi tidak efektif. Untuk itu diperlukan adanya peningkatkan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional serta budaya organisasi kerja pada masing-masing puskesmas yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Kabupaten Konawe Selatan.

Berdasarkan hal-hal yang di uraikan diatas maka, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian secara lebih mendalam dengan mengambil judul Pengaruh Tingkat Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosional Dan Budaya Organisasi Terhadap Perilaku Counterproductive Behavior Pada Perawat di Puskesmas Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe Selatan”.
Blogged with the Flock Browser

Tidak ada komentar:

Posting Komentar